Tingkat Inflasi Jepang Mencapai 4% Tertinggi Selama 41 Tahun Terakhir
NIYUSU.ID - Tingkat inflasi konsumen Jepang mencapai
tertinggi selama 41 tahun terakhir sebesar 4% pada bulan Desember lalu. Hal ini
dikarenakan harga untuk segala hal mulai dari burger hingga bahan bakar
melonjak.
Meskipun begitu, tingkat inflasi Jepang l
masih relatif rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain, termasuk AS.
Jepang sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, telah menangkis
deflasi, atau penurunan harga yang kronis, selama beberapa dekade.
Terakhir kali harga konsumen di Jepang naik
dengan tingkat sebesar itu pada Desember 1981 silam.
Dikutip dari Japan Today, Federal Reserve dan banyak bank
sentral lainnya telah menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi. Namun,
Bank of Japan (BOJ) sudah mempertahankan suku bunga acuannya pada level rendah
yaitu minus 0,1%.
Pelemahan tajam mata uang Jepang terhadap
dolar AS dan mata uang lainnya telah menambah tekanan pada BOJ dan berbagai
spekulasi berkembang bahwa itu mungkin akan segera berubah arah dan mulai
menaikkan suku bunga.
Selain itu, indeks harga konsumen inti Jepang,
tidak termasuk makanan segar, naik 2,3% pada 2022 dari tahun sebelumnya,
tertinggi dalam 31 tahun.
Target tingkat inflasi BOJ adalah sekitar 2%.
Tetapi, harga naik lebih dari biasanya dan beberapa perusahaan, seperti Fast
Retailing, yang mengoperasikan rantai pakaian Uniqlo, telah mengumumkan
kenaikan upah. Dengan kata lain, pendapatan di Jepang secara umum mengalami
stagnasi.
Pejabat bank sentral mengatakan mereka
mengharapkan inflasi mereda karena ekonomi lain melambat dan kemungkinan
memasuki resesi.
Harga berbagai produk, termasuk snack bar, mi
instan, dan kecap, akhir-akhir ini naik, dengan perkiraan kenaikan harga yang
lebih tinggi.
Tapi, Analis di SMBC Nikko, Junichi Makino
memperkirakan tekanan inflasi akan mereda di bulan-bulan mendatang. Harga minyak dan banyak komoditas telah turun
dari lonjakan tajam tahun lalu, dan kenaikan biaya impor telah memuncak.
"Hanya masalah waktu sebelum harga turun, karena yen yang murah dan tingginya biaya minyak, batu bara, dan gas alam," katanya.
Tidak ada komentar: